Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Wednesday, April 8, 2009

udah lupa e? ? :?

kemarau masih akan datang
March 5, 2009


Mengurung rasa terlalu dalam, berhias penuh angan dan mimpi pada seorang lelaki kecil. Hingga akhirnya harapan yang memang kosong itu harus ia lepaskan meski terpaksa. Tanpa ia tahu apa yang sebenarnya.

Seiring waktu, sosok lain datang menemani hari dalam hidupnya. Tak berharap banyak, pikiran dan rasa masih terbawa oleh yang hilang. Bahkan saat sosok yang telah sekian lama menemaninya pergi, tak sedikitpun kehilangan ia tampakkan.

Dan kejadian yang sama terus berulang.


Mencoba beralih dari bayang-bayang keegoisan sang ego, ia terus mencoba mengisi kekosongan di hatinya dengan menaruh rasa pada seorang laki-laki yang berubah menjadi sangat indah di matanya. Tapi yang ia dapatkan hanyalah kekaburan, kekaburan, dan kekaburan. Membuatnya sulit melihat lagi dan menjadi buta karena kekecewaan.

Malas berdebat dengan keraguan, tambatan hati kupaksa ada. Dari ragu berganti sayang dan sayang berganti cinta. Namun fitnah yang berubah menjadi kenyataan mematahkannya. Sakit hati pertama yang dirasakannya tanpa sedikitpun isak. Semuanya terlanjur larut dalam dendam.

Menginjak masanya ia dewasa, rasa dendam yang ia tanam dan rawat masih terlalu sempurna. Dipupuknya dengan penuh harapan agar semua orang juga dapat menikmatinya. Bukankah menyenangkan jika kita hidup dengan saling berbagi? Maka dipisah-pisahkannya beberapa tali.

Tidak ada satupun tempatnya bercurah. Ia mengutuk semuanya sendiri dalam dendam dan sakit, memasung seluruhnya dalam sebuah kotak kecil di sudut hati. Di saat itu tak lagi terlintas di benaknya bayangan sang lelaki kecil, memori tentang cintanya yang tak terbalas, bahkan sakit hatinya yang membuatnya bersikap terlalu munafik. Hanya senyum palsu dan pengharapan yang besar yang ia tujukan pada seorang lelaki di luar sana. Lelaki pertama yang membuat matanya tertunduk saat menatapnya, membekukan gerak dan nafas saat saling papas, membisukan bibirnya untuk mencoba berucap padanya.. Ah, dia memang terlalu mengedepankan perasaan.

Penat dengan rasa dan kebisuan, masih dengan sikap yang ia bangun dalam predikat dirinya yang tersembunyi, lelaki kecil yang pernah menjadi bagian dari beberapa episode mimpinya datang. Ia hanya tersenyum di dalam hatinya, berusaha mengingat kembali perasaan yang dulu pernah ada untuknya, namun ternyata terlalu jauh terpendam, tertindih oleh rasa-rasa yang lain.

Ia rasa tak perlu ia susah payah menggalinya lagi, senggang lima tahun itu menyangsikan dirinya. Lelaki kecilnya tak lagi sama seperti yang dia inginkan. Merasa tak dihargai, ia pun menggandeng tangan lelaki kecilnya, lagi-lagi dengan berteduh di bawah payung kemunafikan. Ia tetap pada pendiriannya untuk mencapai sesuatu yang selalu ia ingin.

Ia sangat kuat. Sampai pada sebuah malam, setitik air mata cengeng untuk laki-laki pertama kali menetes dari pipinya. Teriring janji, ia tulus mencintainya.

Sebentar ia rasakan cinta, lelaki kecilnya pergi dengan janji akan kembali. Satu yang lelaki kecilnya inginkan darinya adalah kesetiaan. Sayang, lelaki kecilnya lupa dengan yang ia ucap. Lelaki kecilnya memang kembali, namun bukan untuknya. Ia pulang untuk orang lain yang ternyata memang jauh lebih berharga. Kesetiaan yang ingin saling dibuktikan menguap bersama senyum. Sudah saatnya image lelaki kecil beralih menjadi bajingan kecil.


Penat. Sedikit terpincang ia berusaha melangkah kembali. Bukan salah siapa atau siapa, tapi langkahnya memang sempat tertahan karena sandarannya yang telah rapuh. Tak ada lagi rasa nyaman dan pegangan, bahkan temanpun ia tak punya. Hanya seorang sahabat yang bisa mengertinya, mendengarkan dan membantunya berjalan lagi.

Dia terlalu bangga akan ruang hampa di dalam genggamannya. Bahwa baginya mencintai jauh lebih sukar daripada dicintai. Dia bangga karena bisa begitu sulit mencintai seseorang. Dia bangga karena telah menjadi dewasa berkat sang waktu. Dia bangga karena tak banyak yang mengenal betul siapa dirinya. Dia bangga karena ia jauh lebih bisa menghargai waktu dan kesetiaan.

Dan kini, dengan satu semangat lagi di hatinya ia kembali meneruskan perjalanan. Karena dia sadar bukan saatnya ia terus mengenakan topeng butut kebanggaannya.

Dia bahagia meskipun inginnya tak pernah bisa digapai.

0 comments:

Post a Comment