Pada suatu malam, saat aku belum bisa memejamkan mata, tanpa sengaja aku mendengar dua hati sedang bercakap mengutarakan masing-masing jalan pikirannya.
Hati 1 : Sudahlah, lupakan dia. Toh dia udah sama orang lain sekarang, calon pendamping hidupnya yang lain.
Hati 2 : Aku tahu. Dan sudah saatnya aku melupakannya. Bahkan sedari dulu aku juga sadar hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Tapi aku sendiri tak tahu bagaimana menghadapinya sekarang.
Hati 1 : Kamu pasti bisa hadapi ini. Bertahanlah. Masih banyak yang menyayangimu.
Hati 2 : Menyayangiku? Adakah? Mengapa kau begitu yakin sementara aku sendiri tak pernah yakin akan kemungkinan itu.
Hati 1 : Ayolah, berhentilah berpikir seperti itu. Dewasalah. Masa lalumu bukan sesuatu yang harus terus menerus kau renungi. Jadikan itu pelajaran dan batu pijakan untuk melangkah lagi ke depan. Sepahit apapun itu kamu harus bisa nerusin sisa hidup kamu.
Hati 2 : Aku ngerti. Tapi setiap kali aku teringat semua kata-ka..
Hati 1 : Ah, persetan dengan kata-kata. Itu hanya kata-kata. Benda abstrak yang keluar dari bibir. Kita tak pernah tahu apakah itu tulus dari hati atau tidak sedikitpun.
Hati 2 : Itu tulus dari hati. Aku bisa bilang begitu karena aku percaya.
Hati 1 : Kenapa kau tetap saja bersikukuh mempertahankan kepercayaanmu itu? Itu hanya ilusi.
Hati 2 : Ilusi bagaimana? Aku bisa merasakannya. Hal itu nyata adanya.
Hati 1 : Mengertilah. Kau tak akan pernah benar-benar bisa mengerti perasaan orang. Dan yang harus kau ingat itu semua udah berakhir. Masa lalu. Tak mungkin terulang. Sejarah.
Hati 2 : Lalu apa aku salah?
Hati 1 : Pertanyaan macam apa itu? Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Kenapa kau selalu saja begini?
Hati 2 : Memang begitu, kan? Aku memang begini.
Hati 1 : Dengar, pengorbanan yang kamu berikan sudah lebih dari cukup. Kasih sayang dan cinta yang pernah kau berikan pun jauh lebih dari sekedar cukup. Sekarang berpikirlah kembali, apakah semua itu setimpal dengan semua pengorbanan yang pernah kau terima? Sekalipun itu memang setimpal di matamu, sekarang ini apakah kamu dalam kondisi adil? Apakah adil jika kamu masih sudi mengenangnya sementara tak sedikitpun kau dikenang?
Hati 2 : …
Hati 1 : Relakan.
Hati 2 : Aku sudah rela, bahkan sangat rela karena aku tahu betul setiap cacat cela dan siapa aku.
Hati 1 : Aku bangga padamu. Lalu mengapa kau masih betah bertahan dalam sedih? Apa hanya lantaran kata-kata yang suda kita bahas sebelumnya?
Hati 2 : Salah satunya iya. Namun aku sendiri tak mengerti apa sebab yang lainnya.
Hati 1 : Aku mengerti. Kau adalah hati yang kuat. Kau bertahan untuk sesuatu yang sangat berharga untukmu. Kau bertaruh kesetiaan dan kau memenangkannya. Bukan begitu?
Hati 2 : Kau benar. Aku memenangkannya di atas kekalahanku. Bahkan saat semuanya sudah berakhir aku masih memenangkan pertaruhan itu. Karena hanya demi hal yang kita sebut sebagai kesetiaan itu aku merelakan banyak sesuatu yang mungkin menjadi kebahagiaanku yang lain.
Hati 1 : Sudah. Kau sudah cukup belajar dari itu semua. Sekarang yakinlah, bahwa dia bukan segalanya. Tuhan sudah menciptakan satu yang jauh lebih baik dari pada dia. Tuhan sudah siapkan satu untuk kau yang lebih layak kau sayang dan kau berikan pengorbanan, satu orang yang lebih mengerti engkau, satu orang yang akan kau miliki sampai masing-masing dari kalian mati, satu orang yang akan mencintaimu tanpa batas.
Hati 2 : Ah, kau terlalu yakin dengan itu. Nyatanya mana?
Hati 1 : Sebentar lagi. Tapi aku tak tahu kapan jelasnya.
Hati 2 : Adakah yang seperti itu?
Hati 1 : Ya. Suatu hari nanti dia pasti ada buat kita.
Hati 2 : Aku mencoba tersenyum untuk pendapatmu. Makasih, ya. Walaupun semuanya masih terasa kabur aku akan coba menghapus lagi semua kenangan itu.
Hati 1 : Untuk apa kau hapus? Kau sudah mengukirnya susah payah, mengapa harus dihapus percuma?
Hati 2 : Aku ingin lupa. Dan menghapusnya adalah jalan terbaik.
Hati 1 : Jangan kau buat itu menjadi suatu keinginan. Bukan menjadi jawabannya, kecuali kalau kau menjadikan kenangan itu sebagai kenyataan yang memang tidak pernah beralih manis.
Hati 2 : Tapi aku tak bisa.
Hati 1 : Belum bisa.
Hati 2 : Aku memang tak bisa. Aku yang sekarang sungguh rapuh jika masih harus menerima itu sebagai kenyataan. Aku yakin kau mengerti betul perasaanku.
Hati 1 : Aku ada buat kamu. Jika kau mau, jadikan aku sandaranmu di belahan hati yang lain.
Hati 2 : Lalu kenanganku?
Hati 1 : Kalau begitu taruhlah dalam sebuah kotak kecil, tutuplah rapat-rapat, dan kunci. Taruh kotak itu di sudut hatimu dan simpanlah kunci itu dalam pikiranmu. Lupakan kotaknya, tapi ingatlah kau masih punya kuncinya.
Hati 2 : Terima kasih.
Hati 1 : Aku menyayangimu, sahabatku.
Hati 2 : Terima kasih sekali lagi.
Hati tak pernah benar-benar sendiri. Sekalipun hati itu kosong, ia masih punya belahan hati yang lain yang akan menemaninya untuk mengisi hidup.
Tentang kapan sebuah hati terisi, hanya waktu yang bisa memberikan penjelasan.
Buat hati 1 : hati 2 mengucapkan terimakasih banyak buat kamu.
Buat hati 2 : hati 1 benar. Jangan pernah menyerah. Bangunlah.
Buat yang ngrasa : hhe . I'm so sorry .xp
Buat yang baca : Jangan menduga yang enggak2 dulu, ea?
Saturday, March 21, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
wew,sudah ada onion buat blogspot neh...
hahaha
apik2.hehe
belajar dari dikau aku .:))
muantabh postingan lu vhe...percakapan 2sisi dr hati...sering dialami byk org meskipun topik naa berbeda...salut bwt kreatifitas n imajinasi luuuu...
hha berlebihan dirimu mooch . cerminan perasaan e .
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Post a Comment